Kasus Dugaan Penganiayaan Taruna PIP, Polda Jateng: Orang Tua Korban Inginkan Restorative Justice

[featured_image]
Download
Download is available until [expire_date]
  • Version
  • Download 0
  • File Size 187.42 KB
  • File Count 1
  • Create Date 19 Jun 2023
  • Last Updated 19 Jun 2023

Kasus Dugaan Penganiayaan Taruna PIP, Polda Jateng: Orang Tua Korban Inginkan Restorative Justice

Polda Jateng – Tribratanews.jateng.polri.go.id | Ada perkembangan baru terkait kasus dugaan penganiayaan taruna Politeknik Ilmu Pelayaran (PIP) Semarang oleh seniornya. Polda Jateng menyebut pihak keluarga korban menginginkan jalur restorative justice (RJ) atau keadilan restoratif.

“Pihak orang tua dari pelapor mengajukan surat penundaan proses perkara ketiga dan restoratif justice ke Direktorat Reserse Kriminal Umum Polda Jateng,” kata Kabid Humas Polda Jateng Kombes Pol M Iqbal Alqudusy di Mapolda Jateng, Kamis (15/6/2023).

Surat permohonan RJ itu tertanggal 8 Mei 2023 yang ditandatangani orangtua pelapor. Surat permohonan penundaan itu diketahui berkaitan dengan laporan polisi nomor: LP/B/699/XII/SPKT/Polda Jateng pada 6 Desember 2022 yang sebelumnya sudah dilaporkan dugaan pidana.

 

Perihal permohonan penyelesaian perkara dengan RJ dari pihak keluarga itu, Iqbal mengemukakan saat ini masih dikaji penyidik Ditreskrimum Polda Jateng.

Namun, Kabidhumas Polda Jateng memastikan, proses pemeriksaan saksi-saksi yang berkaitan dengan dugaan tindak pidana penganiayaan sebagaimana dilaporkan sebelumnya, sudah dilakukan.  “Kita menindaklanjuti setiap laporan yang masuk,” ujarnya.

 

Kuasa hukum pelapor, Ignatius Radit dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Semarang menyebut pihaknya memang telah melaporkan 7 orang senior kliennya yang diduga melakukan penganiayaan di lingkungan PIP Semarang.

 

Saat melapor dugaan penganiayaan ke Polda Jateng itu, kata Radit, pihaknya menyertakan beberapa bukti di antaranya foto kondisi mata korban yang berdarah hingga hasil rekam medis.

Pihaknya menginginkan agar ada perbaikan menyeluruh di Kampus PIP atau sejenisnya. “Karena ada semacam normalisasi kekerasan dari senior ke juniornya,” ujarnya.

Berita Terkait