Polresta Pati – Polda Jateng – tribratanews.jateng.polri.go.
Setelah bekam atau rukiah, pasiennya diberi materi keislaman. Pak polisi itu terlihat memasang alat bekam di punggung pasiennya.
Sebelum alat bekam itu dipasang, tubuh pasien diberi semacam minyak. Ditusuk-tusuk dengan alat khusus. Kemudian dibekam.
Saat praktik, terkadang dia masih menggunakan seragam polisi.
“Ketika selesai dinas, baru bisa menangani pasien. Modelnya janjian dulu, ketika mau dibekam,” katanya.
Keseharian Polisi asal Jaken itu berdinas di Polsek Tlogowungu Polresta Pati.
Menjadi polisi adalah cita-citanya sejak sebelum sekolah. Katanya, ujian masuk ke korps baju cokelat itu diakuinya berat.
”Saya tiga kali ujian baru lolos. Alhamdulillah, cita-cita sejak kecil tercapai,” ujarnya.
Saat itu, antara 2000-2003 dia mendaftar polisi. Sembari nyantri di Kajen, dia sempatkan daftar polisi tuk raih cita-citanya.
”Saat itu fokus ngaji tilawatil Quran. Saat mondok saya masih berkeinginan menjadi polisi. Karena itu cita-cita saya,” paparnya.
Pondok pesantren menurutnya pas dengan jati dirinya. Dia menganut ideologi ahli sunnah wal jamaah. ”Saya tidak menganut faham lain. Hanya itu,” tegasnya.
Pada 2011 pun dia resmi menjadi polisi. Waktu itu dinas di Polres Kudus. Jelang setahun pindah tugas di Polres Pati.
Selain bertugas sebagai polisi, dia mengaku kerap mendatangi pengajian usai bertugas.
”Ya sambil mengisi undangan pengajian. Setelah dinas, biasanya saya mengisi. Cara bagi waktunya seperti itu,” papar laki-laki ber-KTP Jakarta itu.
Tak hanya disitu, ia pun belajar membantu orang dengan menjadi terapis. Yaitu pengobatan sunah.
”Saya belajar bekam, gurah, rukiah di Kayen. Sekitar 2020. Kemudian diijazahi terapis sunah. Namanya, pengobatan thibbun nabawi,” jelasnya.
Biasanya, Bambang merukiah sendiri. Sekitar lima orang sekali rukiah. Jika lebih, dia mengajak teman terapis lainnya untuk membantu.
”Biar tidak kewalahan. Kadang juga ada terapi rukiah masal. Caranya, hanya membaca ayat suci Alquran. Kemudian diberikan air putih. Yang penting keyakinan pasien. Kalau yakin karena pertolongan Allah, maka bisa sembuh,” jelasnya.
Di tengah sibuk dengan terapis ini, dia memberikan dakwah singkat kepada pasien. Materinya ilmu-ilmu yang pernah dia pelajari waktu mondok.
”Ini bukan pekerjaan. Melainkan, bagaimana menolong sesama dan berdakwah dengan ikhlas,” tukasnya.
Selain itu, dia tidak menarif atau mematok nominal berapa untuk biaya pengobatan. Katanya, seikhlasnya. ”Sak pawehe,” tegasnya.
Dengan tak mematok tarif pengobatan, dia tak mau hatinya terpengaruh uang. Memang tujuannya membantu sesama dan berdakwah.
”Yang penting niatan dari awal. Kalau niatan dari awal memberi patokan harga nanti malah nggrundel. Ini niatan saya berdakwah. Membantu sesama,” pungkasnya.