Polda Jateng – Tribratanews.jateng.polri.go.id – Larangan mudik yang diterapkan lagi oleh pemerintah pada Lebaran tahun ini masih tetap saja dilanggar. Setidaknya data menunjukkan lebih dari satu juta orang meninggalkan Jabodetabek.
Belum lagi dari berbagai wilayah lainnya yang jumlahnya masih cukup banyak, serta ditambah pekerja migran yang pulang dari luar negeri. Budaya mudik yang merupakan budaya masyarakat indonesia, sekaligus secara sosiologis erat dengan budaya kelekatan dengan tanah kelahiran, meski bisa dikurangi jumlahnya dibanding bila tidak dilarang, pada kenyataannya sulit dihilangkan sama sekali.
Kecanggihan teknologi komunikasi, yang diterapkan bahkan dicontohkan pribadi oleh Presiden dan Wakil Presiden, serta bahaya ganasnya Covid-19, termasuk varian baru di India yang bagai tsunami, seolah tidak digubris oleh mereka yang nekat mudik.
Penjelasan pemerintah terkait tujuan pelarangan melalui berbagai media pun, bagai angin lalu.
Celakanya, mereka yang tidak mudik dan diminta mengurangi mobilitas pun ikutan abai pula. Kita bisa melihat bagaimana pengunjung Taman Impian Jaya Ancol Jakarta yang membludak dan abai protokol kesehatan (prokes), bahkan di media sosial (medsos) hingga dibandingkan dengan kondisi di sungai Gangga India saat terjadi ritual, yang akhirnya membawa dampak yang mengerikan, hingga akhirnya Ancol serta banyak tempat wisata lain yang terpaksa ditutup.
Melihat kenyataan itu, pantaslah bisa kita semua merenung, akankah kejadian di India akan menimpa Indonesia?. Bagaimana sebaiknya menyikapi keterlanjuran nekatnya para pemudik?.
Iliterasi
Saat ini arus balik bagi pelanggar larangan mudik sudah terjadi. Berbareng dengan hal tersebut, derasnya karut marut informasi melalui berbagai media, utamanya medsos sangat luar biasa, di antaranya penolakan warga yang mudik kembali ke wilayahnya, padahal yang betul sebenarnya hanya dilakukan test rapit antigen atau test lainnya demi mencegah menyebarnya Covid-19.
Karena itu kerja keras aparat yang sesuai dengan tugas serta kewajibannya baik dalam pengaturan lalu lintas, penyekatan, hingga penanganan yang didapatkan positif Covid-19 harus kita apresiasi.
Masyarakat yang tidak mudik pun perlu kehati- hatian, utamanya dalam menyikapi berbagai informasi melalui berbagai media.
Banyaknya sumber informasi saat ini perlu saling kita bandingkan logika kebenarannya, termasuk bertanya kepada para cerdik cendekiawan.
Dengan cara itu masyarakat akan mampu memilih serta memilah informasi yang bermanfaat bagi mereka. Selanjutnya diharapkan mereka mampu membantu pemerintah untuk menyampaikan informasi yang menyejukkan, sehingga mereka yang tidak mudik menjadi tenang serta mampu mengelola lingkungannya agar tetap aman dan sehat.
Bagi pemerintah dengan berbagai aparatnya yang telah tampak siap menghadapi keterlanjuran kenekatan mudik sebagian masyarakat, sehingga mereka dapat kembali tanpa membawa efek yang kurang diharapkan.
Demikian pula perlu kerja sama dengan para pemuka masyarakat, utamanya dalam membimbing masyarakat menghadapi informasi sesat, terutam berupa pengeditan kejadian masa lampau atau bahkan yang terjadi di tempat lain, yang dinarasikan seolah terjadi di Indonesia saat ini, bahkan tidak jarang dibesar- besarkan akan terjadi sebagai dampak kenekatan mudik.
Informasi sesat yang secara teori lebih mudah dipercaya harus segera dilawan dengan informasi yang informatif dan benar, dan itu akan bisa dilakukan bila aparat bisa bekerja sama dan bahu membahu dengan para pemuka masyarakat.
Akhirnya kita berharap masyarakat akan menjadi melek media dan informasi sehingga informasi- informasi sesat akan dianggap angin lalu.
Kita semua tentu sepakat bahwa keterlanjuran kenekatan mudik yang sudah terjadi, tidak berdampak buruk pada pandemi Covid-19 yang saat ini mulai tampak melandai. Karena itu sembari terus bertawakal kepada Allah SWT, kita wajib secara aktif berupaya membantu pemerintah mengatasinya, sembari terus berdisiplin mengikuti prokes, dan tidak lupa mengabaikan infodemi yang dampaknya lebih mengerikan dibanding pandeminya itu sendiri.
(Drs Gunawan Witjaksana Msi – Dosen dan Ketua Stikom Semarang)