Tribratanews.jateng.polri.go.id, Grobogan – Prof Moh Mahfud MD saat memberikan penyuluhan hukum pada para pejabat di Grobogan. Ada perbedaan yang cukup tajam antara birokrasi di Indonesia pada zaman dulu dan kedepan. Hal itu disampaikan, Senin (29/10/2018).
Penyuluhan hukum yang dilangsungkan di gedung Riptaloka, Setda Grobogan itu mengambil tema “Memahami Hukum Administrasi Negara dengan Tindakan Pemerintahan yang Koruptif”. Bupati Grobogan Sri Sumarni berserta pimpinan FKPD dan para pejabat hadir dalam penyuluhan hukum yang dikemas dalam suasana santai tersebut.
Menurut Mahfud, pada era dulu dinilai sebagai birokrasi yang korup, sewenang-wenang, merasa sebagai penguasa bukan pelayan dan bernuansa KKN. Sedangkan birokrasi kedepan adalah good governance dan clean government, dari menguasai menjadi melayani.
“Pemda dan birokrasinya harus mandiri, kreatif dan inovatif serta harus melibatkan peran serta masyarakat,” tegas mantan Ketua Mahkamah Konstitusi periode 2008-2013 itu.
Mahfud menyatakan, Indonesia adalah negara hukum dan memiliki dua lembaga yudikatif, yakni MA dan MK. Dengan sistem ini maka rakyat maupun pemerintah bisa diadili secara hukum. Pejabat pemerintah bisa diadili sesuai dengan jenis perbuatannya.
“Jenis peradilan untuk pemerintah dilakukan jika ada tiga perbuatan. Regelings yang berkiatan dengan perundang-undangan diadili dengan judicial review (MK dan MA). Beschikking atau keputusan diadili dengan peradilan administrasi (PTUN) dan materialedaad atau perbuatan hukum perdata diadili di peradilan umum,” jelasnya.
Menurut Mahfud, ada beberapa alasan terjadinya sengketa administrasi ke PTUN. Yakni, adanya pelanggaran hukum, penyalahgunaan kekuasaan dan wewenang serta pelanggaran asas umum pemerintahan yang baik.
Dalam kesempatan itu, Mahfud juga sempat menyinggung tentang pelanggaran etika pemerintahan. Dimana, banyak orang melanggar etik tetapi mengaku tidak bersalah.
“Kita jangan hanya takut melanggar hukum yang bersanksi heteronom. Tetapi juga harus takut melanggar moral dan etika yang bersanksi otonom. Sebab, hukum itu pada dasarnya adalah moral dan etika yang dinormakan,” imbuhnya. (hms)